Howard Marks' Memo: "Bubble Watch 2025"
7 Januari 2025
Beliau adalah milyader Oaktree Capital Management yang membuat riset tentang "Bubble Watch." dimana menganalisa pasar saham dan kemungkinannya terjadinya bubble terutama di pasar saham US dan perusahaan-perusahaan besar.
Sebelumnya dia juga memprediksi crash
1) Dot-com Bubble (2000)
2) Great Recession (2008)
3) The COVID Bubble (2021)
https://x.com/thexcapitalist/status/1879175813972832636
Valuasi pasar 2024
10 top perusahaan di US menguasai 48% indeks S&P 500 dan 67% kapitalisasi global
"Magnificent 7" sudah menguasai 33% kapitalisasi per Oktober 2024, dan ini sudah naik 2 kali dibanding lima tahun yang lalu, dan sudah melebihi tech bubble 2000.
Ini bisa menjadi indikasi overvaluation.
Atau bahasa sederhananya "harga yang kemahalan" dibanding fundamentalnya.
Dan kita bisa melihat buble ini juga disebabkan faktor lain seperti :
- Valuasi perusahaan
- Level hutang
- Faktor psikologi : sepert irrational exuberance dan takut ketinggalan (FOMO).
Apa yang berpeluang buble?
Nvidia, Bitcoin, Tesla, Apple, dan Facebook
Ini harus menjadi perhatian para investor agar tidak terjadi kerugian yang besar nantinya.
Crash pasar itu bisa drawdown 50-80%
Apa itu Bubble?
Bisa dibilang bubble itu bukan sekedar kenaikan harga saham yang sangat cepat, tapi juga a state of mind characterized dari suatu ilusi / halusinasi / emosi atas suatu asset.
Harga lebih dipengaruhi emosi dibandingkan harga fundamentalnya.
Ini bisa jadi seperti harga-harga barang mewah seperti tas senilai 100juta, atau mobil seharga 5 milyar, atau rumah senilai 30 milyar.
Faktor Psikologi dalam investasi
- Perhatikan kata-kata : sekarang ini beda, super cycle, hyper growth, bagger, dan istilah bombastis yang menunjukkan indikasi overvaluation terutama di industri-industri baru.
- Kembali pelajari konsep sederhana seperti : historical price-to-earnings (P/E) ratios termasuk dengan industri yang sejenis.
- Risoko pada industri / perusahaan baru (IPO) : mungkin relate dengan saham konglomerasi (PP) yang naik luar biasa yang menjadi asset spekulitif jangka pendek dibandingkan performa bisnisnya.
Kalau di luar misalnya isu Quantum Computing, Cannabis, AI, mobil listrik, crypto (alt) yang belum memiliki fundamental yang sustain.
Balik lagi ke valuasi (fundamental)
- Sangat penting untuk investor memahami perbedaan harga saham dan underlying sebuah bisnis.
- situasi pasar global juga perlu diperhatikan terutama isu-isu perang, global warming, dan berbagai kejadian politik yang besar.
- FOMO beli ketika harga mahal, walaupun perusahaan yang bagus, bisa jadi membuat portofolio menangissssss....
Contoh di indonesia sekarang saham UNVR misalnya...
- Saat ini adalah "attention economy" dengan sosial media-nya yang dahsyat. Asset yang makin populer harga naik, makin banyak yang membahas harga akan terkerek naik juga.
Future Market Returns
- Ada hubungan yang kuat antara valuasi di awal dan annualized returns. Semakin tinggi valuasi diawal, bisa jadi return dimasa depan cenderung lebih rendah.
Jadi ekspektasi misalkan return S&P 500 dalam 20–30 tahun kedepan sekitar 4% per tahunnya.
- Ini perlu mengelola expektasi di masa depan yang bisa jadi saat ini memiliki valuasi yang terlalu tinggi.
Kesempatan ketika crash!
- Jadi rasanya sih sekarang cukup bijak jika kita selalu standby cash sekitar 20-30% dari portofolio.
- Bersiap mulai masuk ke asset-asset yang berkualitas ketika harganya sudah masuk akal
- Masuk bertahap ketika :
-10% : entry 10
-20% : entry 20
-30% : entry 35
-40% : entry 35
Risk Assesment
Tentu paling penting adalah mengenali diri sendiri.
Ingat investasi itu selalu ada resiko.
Resiko untung ataupun resiko rugi.
Pastikan juga sudah siapkan dana darurat, misal 5-10x biaya bulanan dalam bentuk cash siap pakai.
Lalukan juga diversifikasi portofolio asset :
- saham (high risk)
- medium risk
- low risk (sukuk, obligasi, deposito)
Apa perlu cutloss?
Jika memang trader, ini tentu perlu.
Tapi jika memang bersifat investasi dan konsep investor, maka harga turun bukan jual, tapi malah beli lagi.
Komentar
Posting Komentar